Monday, November 15, 2010

Dari Raja Parkir Menjelma Jadi 'Raja Luwak'

Lampung - Pesona Kopi Luwak kian menjadi buah bibir sebagai jajaran kopi yang memiliki cita rasa khas. Bahkan Kopi Luwak juga sempat mendapat julukan sebagai kopi termahal dunia.

Kemasyuran Kopi Luwak rupanya ditangkap juga oleh Gunawan penduduk Way Mengaku, Liwa Lampung Barat. Gunawan yang dahulunya adalah seorang koordinator parkir di Lampung Barat dengan penghasilan pas-pasan, kini setelah 3 tahun menggeluti bisnis produksi dan penjualan Kopi Luwak kehidupan ekonominya membaik.








"Saya sebelumnya sudah 17 tahun menjadi koordinator parkir, itu hanya bisa buat makan saja. Saya akhirnya tereliminasi," tutur Gunawan kepada detikFinance saat ditemui di kediamannya, Way Mengaku, Liwa, Lampung Barat, Rabu (6/10/2010).

Gunawan mengaku sempat menguasai lokasi perparkiran di 7 pasar di Lampung Barat, dengan anak buah sampai 25 orang. Namun seiring berjalannya waktu, profesi itu kian tergusur saat pengelolaan perpakiran di ambil alih oleh pemda.

Nasib pun akhirnya membawa Gunawan untuk mengakrabi bisnis kopi luwak. Ia menuturkan kisah awal dirinya terjun di bisnis Kopi Luwak berawal saat ia berjalan-jalan di pasar dan kepincut dua binatang musang atau luwak. Sebagai penggemar binatang ia lantas membeli dua musang tersebut dengan masing-masing harga Rp 50.000 per ekor.


"Saya kasih nama Luwak itu Inul dan Adam (penyanyi dangdut)," kenangnya sambil tertawa.

Ia menjelaskan, perkenalannya dengan bisnis Kopi Luwak berawal dari kenalan seorang warga keturunan asal Medan yang meminta bekerjasama. Tugas Gunawan ktika itu hanya memberikan umpan kopi kepada dua binatang luwaknya. Si rekannya ini dalam periode tertentu mengambil dan membeli hasil kotoran luwak tersebut.

"Musang saya ditawar Rp 1 juta sama dia," katanya.

Selang waktu 3 bulan berjalan ia mulai curiga terhadap gerak-gerik dari rekannya yang tidak terbuka. Sebelumnya, ia hanya mengetahui alasan rekannya membeli kotoran Kopi Luwak hanya untuk obat. Sementara kondisi dua luwaknya memprihatinkan karena terlalu banyak diberi makan kopi.

"Saya penasaran, karena nggak ngerti internet saya minta tolong dicarikan di internet oleh teman soal kotoran luwak oleh teman. Saya terkejut ternyata di China ada informasi harga kopi dari Luwak dihargai persetengah kilo sampai Rp 2,5 juta," katanya.

Mulai semenjak itu lah ia berpikir untuk mengembangkan Kopi Luwak dengan mengumpulkan sebanyak-banyaknya luwak hingga 67 ekor. Sayangnya, hal itu tak semudah yang ia bayangkan karena banyak Luwak yang sakit dan akhirnya mati atau bahkan kabur dari kandang. Hingga saat ini jumlah luwak yang ia miliki hanya tersisa belasan saja.

Nama Luwak pun sempat mencuat menjadi binatang yang paling dicari pada waktu itu, padahal Luwak sebelumnya dikenal sebagai hewan hama yang mengganggu petani di kawasan Liwa. Harganya pun naik tajam sampai Rp 150.000 per ekor, saat ini bisa dijual Rp 300-500.000 per ekor. Menurut Gunawan Musang dibagi berbagai jenis yaitu musang bulan, musang pandan dan pohon.

"Musang yang bagus untuk kopi luwak itu yang pandan dan bulan. Musang pohon nggak makan kopi, tapi sarinya saja," katanya.

Ia mengaku luwak-luwak yang masih hidup pun tak mudah diberi makan. Melalui proses belajar otodidak ia mulai mengenal seluk beluk Luwak termasuk makanan apa saja yang ia harus beri, kapan waktunya, kopi jenis apa yang disukai Luwak.

"Makanan yang disukai Luwak selain kopi merah yang matang, Luwak juga suka pisang, pepaya sampai bekicot, proses makan kopinya pun malam hari," katanya.

Untuk urusan makanan luwak juga tak mudah, pasalnya dia waktu itu belum memiliki kebun kopi sendiri. Sehingga harus berburu mencari kopi dari petani ke petani dengan harga Rp 5000 per kg.

Selama proses belajar ini ia harus bergadang untuk memberi umpan kopi kepada Luwak pada malam hari. Gunawan menuturkan pada saat yang bersamaan para tetangganya mulai banyak yang tertarik, meski saat itu musangnya belum bisa diandalkan untuk menghasilkan rupiah.

"Mulai ada keinginan meminta kerjasama bagi hasil. Tapi saya tak mau direcokin," katanya.

Lambat laun jerih payahnya mulai terlihat, meski banyak tetangga menjalini bisnis yang sama ia tetap yakin bisa sukses. Setidaknya saat ini bisa membuktikan bisa mencukupi kebutuhan keluarganya sehari-hari dan mampu membeli mobil operasional Jeep Trooper seharga Rp 40 juta.

"Orang banyak menilai saya sukses, lalu banyak bermunculan," katanya.

Ia juga mengaku ada hal yang membanggakannya yaitu saat produk Kopi Luwaknya kabarnya pernah dibeli untuk keperluan jamuan kepresidenan. Sebelum bulan puasa beberapa waktu lalu, lanjut Gunawan, ada kenalannya dari kalangan militer yang membeli untuk keperluan jamuan tersebut.

"Kopi luwak saya pernah dipakai untuk coffee morning Pak Presiden SBY, waktu itu jumlahnya 4 Kg," klaimnya.

Ia menuturkan saat ini di Liwa Lampung Barat panen kopi robusta sudah usai, dan saat ini adalah musim kopi selingan. Masa panen kopi bulan Juni-Agustus, sehingga saat ini proses produksi kopi menurun, para produsen hanya mengandalkan stok yang ada.

Gunawan menambahkan pada saat produksi tinggi produksi kopi luwaknya dalam bentuk brenjel (bentuk kotoran belum diolah) mencapai 300 Kg per bulan. Namun saat tidak musim panen kopi produksi riilnya jauh dibawah 100 Kg per bulan.

"Sekarang lebih banyak jual bubuk, sebulan penjualan dari bubuk Rp 10 juta per bulan, kalau penjualan brenjel masih minim," katanya.

Selain memproduksi kopi luwaknya sendiri, ia memiliki mitra-mitra dengan produsen kopi luwak skala kecil dengan jumlah luwak perorangnya 2-5 ekor. Perannya juga disini sebagai pengumpul atau broker penjualan bagi pelanggan-pelanggan di Bandar Lampung, Bandung, Jakarta dan lain-lain.

Harga kopi Luwak bubuk yang ia jual mulai dari Rp 600.000-750.000 per Kg tergantung wilayah tujuannya. Sementara Kopi Luwak dalam bentuk brenjel atau gelondongan kotoran dijual Rp 200-250.000 per Kg sementar dalam bentuk biji bersih siap giling Rp 350.000-500.000.

"Saya dengar harga kopi Luwak di Jakarta di Grand Indonesia sampai Rp 2 juta per kg," katanya.

Seperti diketahui booming produksi kopi Luwak di Liwa Lampung Barat setidaknya sudah mulai ramai pada tahun 2007. Pada waktu itu kopi Luwak mulai dikembangkan secara insentif dengan pola penangkaran.

Padahal kopi luwak itu sendiri telah dikenal pada zaman kolonial Belanda sampai era tahun 1950-an. Pada masa itu sudah diketahui bahwa Luwak merupakan binatang yang gemar memakan buah kopi yang sudah matang dan para petani sering memunguti kotoran buah kopi luwak di alam bebas dengan adanya keyakinan kopi-kopi tersebut merupakan biji kopi terbaik dan sudah melalui proses fermentasi di dalam lambung luwak secara alami.

No comments:

Post a Comment