Seorang pemimpin perlu menyempurnakan ketrampilan dan kepemimpinannya agar terhindar dari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu. Bagaimana caranya?
Para ahli manajemen sepakat bahwa memimpin perusahaan tidak sekedar mengelola angka-angka. Merumuskan strategi organisasi, konsentrasi meraih laba, dan people manajemen justru menjadi factor penting dalam menentukan
sukses tidaknya seorang pemimpin.
Ada lima unsur utama yang menentukan keberhasilan sebuah kepemimpinan organisasi, yakni produk berkualitas atau memiliki kekhasan tersendiri, momentum yang tepat, modal yang memadai, sumber dya manusia yang berkualitas, serta manajemen yang efektif. Kelima unsure tersebut, menurut Steven Brown dalam buku 13 Fatal Errors Managers Mistakes and How You Can Avoid Them, bersifat mutlak dan saling terkait.
Artinya, tanpa manajemen yang efektif, seorang pemimpin tidak akan bisa mengambil keputusan yang tepat mengenai spesifikasi produk dan momentum yang tepat untuk memperkenalkannya ke pasar. Perusahaan yang manajemennya amburadul juga tidak bisa mendapatkan modal yang memadai, apalagi mempertahankannya. Lebih dari itu, people hanya bisa dilatih dan dikembangkan dengan lebih baik jika manajemen yang memayunginya dlam kondisi baik pula.
Setiap pemimpin yang berpandangan ke depan semestinya memahami bahwa sumber daya yang tak ternilai dalam setiap perusahaan adalah potensi manusianya. Sebagai pemimpin, ia bertanggungjawab untuk mengembangkan bakat yang sangat luas tersebut. Sebegitu pentingnya unsure sumber daya manusia, seorang eksekutif puncak di sebuah perusahaan besar di Amerika pernah berujar: “Ambilah semua harta saya, asal bukan organisasinya. Maka dalam lima tahun kedepan saya akan bisa memperoleh semuanya kembali."
Masalahnya, tidak semua pemimpin mampu mengelola perusahaannya dengan benar. Menurut catatan Steven Brown yang telah bertahun-tahun bertugas sebagai konsultan, setidaknya ada 8 kesalahan fatal yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Ketiga belas kesalahan tesebut adalah:
Gagal Mengembangkan Orang
Salah satu tujuan utama manajemen adalah kelangsungan bisnis itu sendiri, meski ada perubahan waktu danorang-orang yang mengelolanya. Itu artinya, jika suatu saat perusahaan yang anda bangun akhirnya menjadi runtuh setelah anda tinggalkan, maka anda layak merasa bersalah dan gagal dalam mengembangkan estafet kepemimpinan.
Sering terjadi, karena berbagai alasan, tidak percaya kemampuan seseorang, misalnya seorang pemimpin merasa perlu melakukan segala sesuatunya sendiri. Tidak ada pelimpahan wewenang dan kekuasaan. Akibatnya, selain disibukkan oleh urusan yang sebenarnya tidak perlu, pemimpin tadi secra tidak sadar telah melewatkan kesempatan untuk menciptakan kader-kader pemimpin baru.
Jika anda ragu mengenai perlunya membangun people sekuat mungkin, ilustrasi berikut bisa menjadi gambaran. Seseorang memulai sebuah usaha, dan usaha itu terus bertahan selama ia masih bekerja. Lalu, perusahaan itu perlahan-lahan lenyap setelah para penggantinya menggantikan selama kurang lebih setengah jangka waktu kerja suatu generasi.
Mengendalikan Hasil, Bukan Mengabdalikan Cara
Cara berpikir seseorang tentu berbeda-beda. Ini pula yang menjadi sebsb mengapa beberapa orang bisa lebih produktif ketimbang yang lain. Kebanyakan pemimpin sering memukul rata mengenai unjuk kerja karyawannya. Terlebih lagi untuk pekerjaan-pekerjaan yang sangat mudah terlihat hasilnya, seperti bidang penjualan.
Padahal setiap karyawan, seperti tadi sudah disinggung memiliki cara pandang dan perasaan yang berbeda-beda untuk suatu masalah. Karena itu untuk menghindari persepsi yang keliru itu, seorang pemimpin mestimelihat dlam sebuah kerangka rangkaian yang utuh, yakni melalui pikiran, perasaan atau akal budi, kegiatan dan lama-lama menjadi kebiasaan, lalu memberikan hasil. Jika rangkaian tersebut dipergunakan, maka pemimpin akan dengan mudh melakukan perubahan drastis dalam membangun produktifitas karyawan.
Bergabung dengan Kelompok yang Keliru
Poin utama pada masalah ini adalah bagaimana seorang pemimpin mengembangkan sikap, terutama tentang kesetiaan. Seorang pemimpin sering dijadikan sebagai pejuang bagi orang-orang yang melawan kebajikan, tujuan dan sasaran perusahaan.
Jika hal itu terjadi, anda harus menolak sekalipun yang mengajak anda adalah seorang pemimpin sejawat anda atau sekumpulan bebrapa karyawan.
Seragam dalam Mengelola Orang
Pemimpin yang mengelola anak buahnya dengan cara yang sama atau satu teknik saja, seringkali mengalami kekecewaan. Pemimpin yang baik mestinya peka terhadap perbedaan dan kepribadian masing-masing staf.
Oleh karena itu, emimpin harus menyadari dan memanfaatkan perbedaan tersebut sebagai sebuah kekuatan.
Melupakan Pentingnya Laba
Tujuan utama sebuah organisasi adalah menjaga kelangsungan organisasi tersebut. Untuk tujuan tersebut, perusahaan mestilah meraih laba untuk membiayai kelangsungan tersebut. Seringkali terjadi, di perusahaan masing-masing divisi merasa lebih penting ketimbang divisi yang lain. Hal ini bisa membuat seorang pemimpin tidak focus dan akhirnya melupakan pentingnya laba.
Terpaku Pada Persoalan, Lupa Tujuan
Salah satu alasan mengapa seorang pemimpin tidak efektif adalah karena ia terpaku pada masalah-masalah sederhana, misalnya kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan anak buahnya atau orang lain.
Daripada membuang-buang energi untuk mencari-cari kesalahan orang lain, tentu lebih baik jika seorang pemimpin melakukan pendekatan lain. Misalnya dengan mencari tahu, apa yang mempengaruhi prestasi seseorang.
Bersikap Sebagai Sesama, Bukan Pemimpin
Usai jam kantor, banyak pemimpin perusahaan yang ingin bersikap sebagai orang biasa seperti sesame karyawan yang lain. Kemudian esok paginya ia akan bersikap sebagai pemimpin lagi. Banyak karyawan yang tidak bisa menerima sikap seperti itu. Seorang pemimpin memang harus memilih: menjadi pemimpin atau menjadi sesame karyawan. Tidak ada jalan tengah dalam situasi seperti itu.
Alasannya sederhana, kalau tindakan seorang pemimpin terhadap karyawan sembrono, maka sebenarnya ia tidak hanya tidak menghormati karyawannya. Lebih dari itu ia juga telah mengajarkan kepada karyawan untuk tidak menghormati atasannya. Seorang pemimpin tidak boleh terjebak pada perannya sebagai sahabat, psikiater atau pastor. Tugas pemimpin adalah bagaimana mengelola kehidupan sebuah perusahaan.
Gagal Menentukan Standar
Banyak pemimpin yang tidak menyukai konsep menentukan standar. Mahkan mungkin mereka ingin menghindari pembicaraan tentang hal itu, karena mereka menilai standar sebagai cara untuk menghukum mereka yang gagal memprodksi atau yang tidak kompromistis.
Orang yang beranggapan demikian sebenarnya tidak memahami salah satu kunci perusahaan yang dikelola dengan baik. Perusahaan memang tidak usah memaksa orang untuk tunduk kepada sederetan panjang peraturan, tetapi ia harus mempunyai sasaran untuk membangun kebanggan pribadi dan perusahaan.
No comments:
Post a Comment